Kamis, 09 Juni 2016

“ WAKALAH & KAFALAH”



MAKALAH
FIQIH 2
“ WAKALAH & KAFALAH”
Guna memenuhi Tugas mata kuliah Fiqih 2 yang di ampu oleh dosen: Ra Umi Sakrie, Lc., M.Pd.I.





Di susun oleh:
 1. Puji tri utami          (111-13-240)
2. Uswatun Khasanah (111-13-097)
3.  Ana Biaunika         (111-13-
ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015/2016
BAB 1

WAKALAH
(PEMBERIAN KUASA)
A.    DEFINISI WAKALAH
Wakalah dalam arti bahasa dari akar kata: wakala yang sinonimnya: salama wa fawadha, artinya: menyerahkan.[1] Wakalah juga diartikan dengan: al-hifzhu, yang artinya: menjaga atau memelihara.[2]
            Wakalah dalam arti istilah didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut.

a.      Menurut Malikiyah
الوكالة هى ان ينيب(يقيم) شخص هيره في حق له يتصر ف فيه كتصرف بد ون ان يقيد الانا بة بما بعد الموت
wakalah adalah penggantian oleh seseoran terhadap orang lain didalam haknya dimana ia melakukan tindakan hukum seperti tindakannya,tanpa mengaitkan penggantian tersebut dengan apa yang terjadi setelah kematian.
b.      Menurut Hanafiah
الو كلة هي ان يقيم شخص غيره مقام نفسه في تصرف جائز معلوم على ان يكون المو كل ممن يملك التصرف
Wakalah adalah penempatan seseorang terhadap orang lain ditempat dirinya dalam suatu tasarruf yang dibolehkan dan tertentu,dengan ketentuan bahwa orang yang mewakilkan termasuk orang yang memiliki hak tasarruf.
c.      Menurut Syafi’iyah
الو كالة هي تفويض شخص ماله فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليفعله في حيا ته
Wakalah adalah penyerahan oleh seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu yang ia berhak mengerjakannya dan sesuatu itu bisa digantikan,untuk dikerjakannya pada masa hidupnya.
d.      Menurut Hanabilah
الو كلة هي ا ستنا بة شخص جائز  التصرف شخصا مثله جائز التصرف فيما تدخله النيابة من حقوق الله تعالي و حقوق الا د ميين

Wakalah adalah penggatian oleh seseorang yang dibolehkan melakukan tasarruf kepada orang lain yang sama-sama dibolehkan melakukan dalam perbuatan –perbuatan yang bisa digantikan baik berupa hak Allah maupun hak manusia.”

Dari definisi yang dikemukaka oleh para ulama mazhab tersebut dapat dipahami bahwa wakalah adalah suatu akad di mana pihak pertama menyerahkan kepada pihak kedua untuk  melakukan suatu perbuatan yang bisa digantikan oleh orang lain pada masa hidupnya dengan syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, apabila penyerahan tersebut harus dilakukan setelah orang yang di wakilkan meninggal dunia, seperti wasiat, maka hal itu tidak termasuk wakala.
B. DASAR HUKUM WAKALAH
Wakalah dibolehkan oleh islam karena sangat dibutuhkan oleh manusia.
Dasar hukum diperbolehkannya wakalah, tercantum dalam Al-Qur’an:
Surat yusuf(12) ayat 55:

قل اجعلنى عل خز ا ئنى ا للأرض ءانى حفيظ عليم (55)
Berkata yusuf: “ jadikanlah aku bendaharawan negara(Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.”
Disamping Al-Quran, dasar hukum wakalah  terdapat juga dalam hadist nabi, diantara hadis tersebut adalah:

C. RUKUN DAN SYARAT  WAKALAH
1.      Rukun wakalah
Menurut Hanafiah, rukun wakalah hanya satu, yaitu sighat atau ijab dan qobul. Sedangkan jumhur ulama selain hanafiah bahwa rukun hanafiah ada 4, yaitu:
a.       Muwakkil atau orang yang mewakilkan
b.      Muwakkal atau wakil,
c.       Muwakkal fil atau perbuatan yang diwakilkan, dan
d.      Shigot atau ijab dan qobul
Untuk terwujudnya wakalah tidak disyaratkan shigot yang mencakup qobul dari wakil. Akan tetapi apabila wakil menolak makawakalah tidak jadi dilakukan.
2.      Syarat wakalah
a.       Syarat muwakkil
Orang yang mewakilkan harus orang yang dibolehkan melakukan sendiri perbuatan yang diwakilkannya kepada orang lain. Apabila muwakkil tidak boleh melakukan perbuatan tersebut, misalnya karena gila, atau masih dibawah umur, maka wakalah  hukumnya tidak sah. Adapun anak yang sudah memasuki masa tamyiz, maka tassarufnya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.      Tassaruf yag betul-betul merugikan seperti talak, hibah, dan wasiat. Dalam hal ini tassaruf tidak sah sama sekali, dan oleh karenanya tidak bisa diwakilkan kepada orang lain.
2.      Tassaruf yang betul-betul mengguntungkan , seperti menerima hibah, atau wasiat. Dalam hal ini tassarufnya sah, walaupun tidak diizinkan oleh walinya, dan oleh karenanya maka sah pula diwakilkan.
3.      Tassaruf yang mungki mengguntungkan dan mungkin pula merugikan, misalnya melakukan jual beli dan ijarah. Dalam hal ini tassarufnya sah apabila diizinkan oleh walinya, dan oleh karenanya maka bisa diwakilkan. Akan tetapi, apabila walinya tidak mengizinkan maka hokum tassarufnya mauquf(ditangguhkan) sampai ada izin. Demikian pula wakalahnya.
b.      Syarat wakil
Syarat untuk wakil ada 2 macam, yaitu sebagai berikut.[3]
a.       Orang yang mewakili (wakil) harus orang yang  berakal.
b.      Orang yang mewakili (wakil) harus mengetahui tugas atau perkara  yang  diwakilkan kepadanya.
c.       Syarat perkara yang diwakilkan (muwakkal fih)
a.       Perkara yang diwakilkan bukan meminta utang( istiqradh).
b.      Perkara yang diwakilkan tersebut bukan hukuman had yang tidak disyaratkan pengaduan, seperti had zina.
Selain perkara-perkara yang disebutkan diatas, wakalah hukumnya sah. Misalnya jual-beli, sewa menyewa, nikah, talak, hibah, shadaqoh, khulu’, shulh (perdamaian), dan sebagainya. Hanya saja dalam beberapa akad, shighot sebagai contoh dalam akad nikah, wakil mempelai laki-laki harus menyatakan dalam qabul-nya.
BERAKHIRNYA AKAD WAKALAH
Akad wakalah berakhir karena beberapa hal, yaitu:
1.      Meninggalnya salah seorang dari orang yang melakuka akad, atau gila.
2.      Telah selesainya pekerjaan yang dimaksudkan dengan wakalah.
3.      Pemecatan oleh muwakkil terhadap wakil walaupun ia(wakil) tidak mengetahuinya. Ini menurut syafi’iyah dan hanafiah. Menurut hanafiah, wakil harus mengetahui tentang pemecatan dirinya. Dengan demikian, tassaruf wakil sebelum tahu tentang pemecatan dirinya hukumnya sama dengan tassaruf-nya sebelum dipecat, yakni sah.
4.      Wakil mnegundurkan diri dari tugas wakalah.
5.      Perkara yang diwakilkan telah keluar dari kepemilikan muwakkil. [4]

BAB II
KAFALAH( PERTANGGUNGAN)
A.    DEFINISI KAFALAH
Kafalah dalam arti bahasa berasal dari kata: kafala, yang sinonimnya: dhamina, artinya: menanggug

 
MACAM-MACAM KAFALAH
1.  kafalah bi an-nafs
            Pengertian wakalah menurut sayid Sabiq adalah:


Kafalah bi an-nafs adalah kewajiban seseorang penjamin untuk mendatangkan yang di tanggung ( makful) kepada makful lahu(tertanggung).
            Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa kafalah bi an-nafs adalah suatu kafalah di mana objek tanggungannya mendatangkan orang ke hadapan tertanggung. Shigot yang  digunakan bisa dengan lafad: “ saya jamin untuk mendatangkan si fulan, atau membawanya badannya atau wajahnya”.
            Kafalah bi an-nafs hukumnya jaiz(boleh) apabila makful bih-nya hak manusia. Apabila kafalah berkaitan dengan hukuman had, seperti hukuman zina atau hukuman qadzaf, maka kafalah semacam ini menurut kebanyakan ulama hukumnya sah, alasannya adalah hadis amr ibnu syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: Nabi saw bersabda:


d. Syarat maful ‘anhu
Maful ‘anhu aalah al-mudin,yaitu orang yang memiliki beban utang. Syarat untuk al-mudin adalah dia tidak mahjur ‘alaih karena boros.
e. Syarat maful atau maful Bih
maful atau maful bih adalah objek kafalah,baik berupa barang, utang, orang, maupun pekerjaan yang wajib di kerjakan oleh maful ‘anhu.

C. MACAM-MACAM KAFALAH
Secara garis besar ,kafalah terbagi kepada dua bagian:
1. kafalah bi an-nafs,dan
2.kafalah bi al-mal.

a. Kafalah bi An-Nafs
Pengertian kafalah bi an-nafs menurut Syayid Sayid adalah sebagai berikut.
Kafalah bi an-nafs adalahKewajiban seorang penjamin untuk mendatangkan oran yang di tanggung (makful)kepada makful lahu(tertanggung).
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa Kafalah bi an-nafsadalah suatu kafalah dimana objek tanggunganya mendatangkan orang ke hadapan tertangung.
Kafalah bi an-nafs hukumnya jaiz (boleh)apabila maful bih-nya hakmanusia.
2. Kafalah bi al-Mal
Pengertia kafalah bi al-mal adalah sebagai berikut

Kafalah bi al-mal adalah sutu bentuk kafalah dimana penjamin terikat untuk membayar kewajiban yang bersifat harta
Kafalah bi al-mal terbagi menjadi bagian yaitu:
a.kafalah bi ad-Dain
tiga
b. kafalah bi Al-Ain

3. BERAKHIRNYA AKAD KAFALAH
Apabila jenis kafalah-nya kafalah bi al-mal,maka kafalah berakhir dengan alah satu daru dua perkara:
a. Harta telah di serahkan kepada pemilik hak(ad-dain) atau dalam pengertian di serahkan,baik penyeraha tersebut oleh penjamin(kafil)maupun oleh ahli atau maful ‘anhu (al-mudin).
b. Utang telah di bebaskan atau dalam pengertian di bebaskan.Apabila pemilik hak (ad-dain)membebaskan penjamin(kafil)atau ashil(maful ‘anhu),maka kafalah menjadi berakhir.
Apabila jenis kafalah-nya kafalah bi an-nafs,maka kafalah berakhir karena tiga sebab,yaitu:
a. Penyerahan diri orang yang di tuntut di tempat yang memungkinkanya untuk di hadapkan di muka sidang.
b. Pembebasan terhadap kafi.oleh pemilik hak dari kewajiban kafalah bi an-nafs.Tetapi ashil (makful anhu)tidak bebas karena pembebasan tersebut hanya terhadap kafil saja.
c. meninggalnya makful ‘anhu.Apabila al-ashil mninggal dunia maka kafalah menjadi beakhir,dan kafil(penjamin)telah bebas dari tugas kafalah bi an-nafs, karena mafl tidak mungkin untuk di hadirkan. Demikian pula kafalah berakhir karena meninggalnya penjamin(kafil).
Apabila jenis kafalah-nya kafalah bi al-ain ,maka kafalah dapat berakhir karena dua hal, yaitu
a. Peyerahan benda yang di tanggung (dijamin).
b. Pembebasan kafil (penjamin) dari tugas kafalah.


[1]               Ibrahim Anis, et.al., Al-Mu’jam Al-Wasith, juz 2, Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabiy, Kairo, cet. II, 1972, hlm. 1054.
[2]               Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, juz 3. Dar Al-Fikr, Beirut, cet. 3, 1981, hlm. 226
[3]               Abdurrahman Al-Jaziri., juz 3, hlm. 170-171
[4]               Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, juz 3, Dar Al-Fikr, Beirut, cet. III, 1981, hlm. 231.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARUNIA ITU BERNAMA AKAL YANG KREATIF

A.     PENDAHULUAN Pola berfikir manusia bermacam-macam. Ada yang biasa berfikir kreatif dan konstruktif, dan ada ju...