Kamis, 09 Juni 2016

SEJARAH DAN PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH



MAKALAH
ILMU KALAM

SEJARAH DAN PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH
                                             
Dosen Pengampu : Farid Hasan, S.Th.I., M.Hum.
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Logo_IAIN_Salatiga



DISUSUN OLEH :

ANA BI’AUNIKA    (111-13-048)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufiq dan Hinayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengkaji ilmu kalam, yaitu tentang sejarah dan pemikiran aliran Qadariyah dan jabariyah di masa lampau.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam makalah ini penulis mengakui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang dimiliki sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Salatiga, 15 September 2015


PENULIS










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB      I        PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A.    Latar Belakang ........................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C.     Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB      II       PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
A.    Aliran Jabariyah ......................................................................................... 3
1.      Sejarah .................................................................................................. 3
2.      Ajaran Pokok (doktrin) ........................................................................ 5
3.      Tokoh dan Sub-Golongannya .............................................................. 6
B.     Aliran Qadariyah ........................................................................................ 7
1.      Sejarah dan Tokoh ................................................................................ 7
2.      Ajaran Pokok (Doktrin) ........................................................................ 9
C.     Analisis ..................................................................................................... 10
BAB      III PENUTUP ............................................................................................. 12
A.    Kesimpulan ...................................................................................... 12
B.     Saran ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14





BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Munculnya aliran sesat dan klaim adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW merupakan persoalan yang tidak bisa dianggap angin lalu. Apalagi keberadaanya itu cenderung mengganggu ketentraman umat beragama. Sudah pasti aliran dan ajaran-ajaranya jauh dari nilai kebenaran. Jika tidak sesat, pasti menyimpang. Kita dapat melihat pemerintah dan umat Islam akan segera bertindak untuk “mengamankan” dan meminta pertanggung jawaban. Memang sudah jadi tugas pemerintah untuk menciptakan suasana yang aman, tentram, dan damai bagi rakyatnya, termasuk menghentikan aktivitas mereka.
Harus diakui bahwa persoalan keyakinan seorang manusia bersifat individu. Namun, hal yang bersifat “pribadi” pun bisa menjadi masalah ketika individu tersebut mengajak orang lain bergabung dengan cara yang  tidak wajar dan bersifat menodai agama. apalagi dengan menyebutkan dirinya  sebagai Nabi Allah terakhir jelas membuat marah umat Islam. Umat Islam seharusnya mengenal aliran yang masih berada dalam jalur yang benar dan yang menyimpang. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teoligi.[1]
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah sejarah latar belakang lahirnya sebuah aliran, tokoh-tokoh yang berperan dan doktrin atau ajaran-ajarannya secara umum.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sejarah latar belakang aliran Qadariyah dan Jabariyah?
2.      Bagaimana doktrin atau ajaran pokok aliran Qadariyah dan Jabariyah?
3.      siapa saja tokoh dan apa saja sub-golongan dalam aliran Qadariyah dan Jabariyah?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui sejarah aliran Qadariyah dan Jabariyah.
2.      Untuk mengetahui ajaran pokok atau doktrin aliran Qadariyah dan Jabariyah.
3.      Untuk mengetahui sub-golongan dan tokoh aliran Qadariyah dan Jabariyah.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    ALIRAN JABARIYAH (Fatalism / Presditination)
1.      Sejarah
Kelompok Jabariyah dicetuskan oleh Jahm bin Shafwan di kota Tirmidz pada sekitar abad ke-2 Hijriyah. Paham yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan ini awalnya muncul sebagai jawaban terhadap perseteruan tentang kafir tidaknya seorang muslim yang bedosa besar, yang dibahas Khawarij, Murji’ah dan Syi’ah. Namun pembahasannya berkembang hingga ke persoalan takdir dan perbuatan manusia serta qadha dan qadar Allah.
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur)[2].
Jika dikaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab, kondisi kehidupan bangsa Arab saat itu sangatlah sederhana. Mereka terpaksa menyesuaikan hidup dengan suasana padang pasir yang terik, dengan tanah dan gunung yang gundul. Mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Merasa lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi masalah hidup yang ditimbulkan oleh suasana padang pasir. Dalam keseharian mereka banyak tergantung pada kehendak natur, hal inilah yang membawa mereka pada sikap fatalistik.[3]
Benih-benih faham Jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah[4]:
a.     Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b.     Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c.     Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d.    Adanya paham Jabariyah telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Al-Qu’ran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, beberapa diantaranya:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
 Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Q.S. Ash-Shaffat Ayat 96).
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al-Anfal Ayat 17).
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Insan Ayat 30).

2.      Ajaran Pokok (Doktrin)
Menurut kalangan Jabariyah, manusia ibarat wayang yang digerakkan oleh sang dalang. Apapun tindakan dan perbuatan manusia, sesungguhnya ia bebas dari tanggung jawab pelakunya. Sebab yang paling bertanggung jawab adalah yang men-takdir-kannya, bukan manusia selaku objek takdir. Karena itu, hakikat semua yang terjadi di dunia ini merupakan perbuatan Allah, tidak ada campur tangan makhluk, semuanya murni Allah yang mewujudkan[5].
Tentu saja berdasarkan syariat, akal sehat dan kebiasaan, pendapat kelompok Jabariyah adalah pendapat yang sesat dan salah. Syariat, akal sehat, dan kebiasaan manusia menunjukkan bahwa ada perbuatan yang dikerjakan oleh manusia atas kehendak dan kemampuannya sendiri. Sehingga sebagai akibatnya ia akan menerima pahala atau dosa atas perbuatan tersebut.
Kelompok Jabariyah tidak mau beramal kebaikan dengan alasan mereka telah ditakdirkan Allah untuk tidak beramal kebaikan. Begitu pula jika berbuat kemaksiatan, mereka menjadikan takdir sebagai “kambing hitam”. Sebagian mereka mempunyai keyakinan yang kelewat batas dengan menyamakan antara keimanan dan kekafiran, karena keduanya sama-sama diciptakan dan dikehendaki Allah, maka orang yang mukmin dan yang kafir itu dianggap sama saja.

3.      Tokoh dan Sub-golongan
a.      Aliran Jabariyah ekstrim
Di antara tokohnya adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya bahwa: manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak.
Yang kedua adalah Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah ekstrim yaitu: Al-Qu’ran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.

b.      Aliran Jabariyah moderat
Tokoh Jabariyah moderat yang pertama adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Diantara pendapatnya yaitu: Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. An-Najjar mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat.
Sedangkan tokoh Jabariyah moderat yang kedua, yaitu Dhirar bin Amr berpendapat bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya[6]

B.     ALIRAN QADARIYAH ( Free Will And Free Act(
1.      Sejarah dan Tokoh
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.[7] Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadha atau kadar Tuhan[8]
Aliran teologi yang dikenal rasional dan mendukung kebebasan manusia ini dipelopori oleh seorang ulama Irak yang bernama Ma’bad Al-juhani dan Ghilan Ad-Damasyqi dari Syam.
Suatu hari Ma’bad Al-juhani bertanya pada gurunya, Hasan Al-Basri mengenai penguasa Daulah Umayyah yang sedang memerintah. “sampai sejauh mana kebenaran tindakan daulah Umayyah itu dalam anggapan mereka atas qadha dan qadar?” Lalu gurunya menjawab “mereka itu musuh-musuh Allah dan para pembohong”.
Ma’bad juga ikut melakukan pemberontakan kepada penguasa Daulah Umayyah. Ia kemudian menjadi buronan dan tertangkap, lalu dibunuh oleh Al-Hajjaj pejabat Daulah Umayyah. Sedangkan temannya Ghilan dijatuhi hukuman potong kedua tangan kaki serta disalib atas perintah Hisyam bin Abdul Malik, penguasa Daulah Umayyah. Keduanya dibunuh karena menentang paham Jabariyah yang telah menjadi madzhab resmi Daulah Umayyah[9].
Qadariyah meyakini bahwa manusia bebas menentukan kehendak dan perbuatannya termasuk menentukan arah hidupnya. Karena itu, segala perbuatan yang baik atau buruk merupakan resiko atas perbuatannya sendiri. Begitu juga surga dan neraka, masuk tidaknya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Apabila beramal baik, saleh dan bertaqwa, pasti masuk surga. Sementara neraka diperuntukkan bagi yang melakukan maksiat dan tidak beramal baik dan tidak taat pada aturan Allah dan RasulNya. Mereka tidak mempercayai adanya qadha karena semua kejadian itu bersifat baru dan tidak diketahui Allah sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian atau tindakan makhlukNya.
Ayat yang dijadikan sebagai dalil pedoman ajaran ini beberapa diantaranya yaitu:
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”. (Q.S. Fush-Shilat Ayat 40).
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
Artinya: “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (Q.S. Al-Kahfi Ayat 29).
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Ali Imran Ayat 165).
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11).

2.      Ajaran Pokok (Doktrin)
Qadariyah adalah kelompok yang bersikap ekstrim dalam menetapkan kehendak dan kemampuan manusia, sehingga meniadakan adanya kehendak, pilihan, atau ciptaan Allah dalam setiap perbuatan manusia. Mereka meyakini bahwa manusia melakukan semua perbuatannya tanpa ada sedikit pun kehendak dan kemampuan Allah di dalamnya. Satu kelompok diantara mereka bahkan ekstrim meyakini bahwa Allah tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh hambaNya, sehingga perbuatan itu terjadi.
Mereka meyakini bahwa tatkala Allah memerintakan hambaNya untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya, Allah tidak mengetahui siapa diantara mereka yang akan menaatiNya dan siapa yang akan mendurhakaiNya. Allah tidak mengetahui siapa yang akan masuk ke surga dan siapa yang akan masuk ke neraka. Sampai hamba-hambaNya beramal. Dengan keyakinan sesat ini mereka mengingkari ilmu Allah.
Rasulullah SAW menyebut mereka sebagai “majusi umat” karena mereka meyakini di dunia ini ada dua pencipta; Allah sebagai dzat dan hamba sebagi pencipta perbuatan. Tak jauh berbeda dengan kaum Majusi yang menyatakan adanya dua pencipta; cahaya sebagai pencipta kebaikan dan kegelapan sebagai pencipta kejahatan[10].

C.    ANALISIS
Dalam Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan gerakannya yang ditentukan oleh arus angin. Sedang Qadariyah, berpendapat bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan dan mengerjakan perbuatannya.
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil naqli dan dalil aqli.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia. Misalnya kecelakaan yang menimpa jamaah haji di tahun 2015 ini. Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah, maka sudah cukup bila hanya tindakan membantu korban dan memetik "hikmat" dari musibah yang terjadi. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu, misalnya dengan melakukan investigasi demi menemukan titik awal permasalahannya atau mengambil potret lewat satelit tentang musibah tersebut.
Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan pasti lebih berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.













BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Menurut kelompok Jabariyah, segala yang dialami manusia baik masa lalu atau masa depan, baik musibah atau keberuntungan telah ditetukan oleh Allah. Manusia ibarat air yang mengalir ke berbagai arah tanpa kehendak dan pilihan.
Aliran Jabariyah terdiri dari 2 kelompok: Jabariyah murni/ekstrim, yaitu kelompok yang meniadakan kemampuan dan kehendak hamba. Bagi mereka membunuh, berzina dan menyembah berhala sama nilainya dengan hembusan nafas dan detakan jantung, yaitu sama-sama manusia tidak akan mendapat dosa atasnya. Karena terjadi tanpa ada kehendak dan kemampuan manusia. Pendapat ini sangat bertolak belakang dengan dalil syariat  dan akal sehat. Jabariyah moderat, yaitu kelompok yang menetapkan adanya kehendak dan kemamuan dalam diri manusia, namun hal tersebut tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam terjadinya suatu perbuatan.
Beberapa akidah Jabariyah yang bertentangan dengan akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah: 1.) Mereka meyakini bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. 2.) Mereka menihilkan nama dan sifat Allah (ta’thil). 3.) Mereka meyakini bahwa manusia memiliki kebebasan berbuat dan berkehendak dan seluruh perbuatan itu mutlak kehendak Allah yang ditetapkanNya.
Qadariyah bertolak belakang dengan faham Jabariyah. Qadariyah adalah kelompok yang bersikap ekstrim dalam menetapkan kehendak dan kemampuan manusia, sehingga meniadakan adanya kehendak, pilihan, atau ciptaan Allah dalam setiap perbuatan manusia. Mereka meyakini bahwa manusia melakukan semua perbuatannya tanpa ada sedikit pun kehendak dan kemampuan Allah di dalamnya. Satu kelompok diantara mereka bahkan ekstrim meyakini bahwa Allah tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh hambaNya, sehingga perbuatan itu terjadi.
                    
Titik tengah dari aliran Jabariyah dan Qodariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karena hal itu ia akan dimintai pertanggung jawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah SWT.
B.     SARAN
Demikian makalah dari penulis yang berjudul “SEJARAH DAN PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH” kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang agar diperoleh evaluasi dan penambahan materi dari apa yang belum dibahas dalam makalah ini.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah ataupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Al-Qu’ran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.







DAFTAR PUSTAKA
Sahidin, Ahmad. Aliran-Aliran dalam Islam, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986.
Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Mizanul Muslim 1: Barometer Menuju Muslim Kaffah, Sukoharjo: Cordova Mediatama, 2013.
Anwar, Rosihon. Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006.



[1] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986, h 1.
[2] Rosihon Anwar DKK, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h 63.
[3] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986, h 31.
[4] Rosihon Anwar DKK, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h 64.
[5] Ahmad Sahidin, Aliran-Aliran dalam Islam, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009, h 37.
[6] Rosihon Anwar DKK, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h 67-69.
[7] Ibid; h 70.
[8] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986, h 31.
[9] Ahmad Sahidin, Aliran-Aliran dalam Islam, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009, h 39.
[10] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Mizanul Muslim 1: Barometer Menuju Muslim Kaffah, Sukoharjo: Cordova Mediatama, 2013, h 175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARUNIA ITU BERNAMA AKAL YANG KREATIF

A.     PENDAHULUAN Pola berfikir manusia bermacam-macam. Ada yang biasa berfikir kreatif dan konstruktif, dan ada ju...