MAKALAH
ILMU
KALAM
SEJARAH DAN PEMIKIRAN ALIRAN
QADARIYAH DAN JABARIYAH
Dosen Pengampu : Farid Hasan,
S.Th.I., M.Hum.
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Kalam
DISUSUN OLEH :
ANA BI’AUNIKA (111-13-048)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufiq dan Hinayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam mengkaji ilmu kalam, yaitu tentang sejarah dan
pemikiran aliran Qadariyah dan jabariyah di masa lampau.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam makalah ini penulis mengakui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang dimiliki sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Salatiga, 15 September 2015
PENULIS
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................................
i
DAFTAR
ISI
..........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
...................................................................................
1
A.
Latar Belakang
...........................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah
......................................................................................
2
C.
Tujuan
........................................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
......................................................................................
3
A.
Aliran Jabariyah
.........................................................................................
3
1.
Sejarah
..................................................................................................
3
2.
Ajaran Pokok
(doktrin)
........................................................................ 5
3.
Tokoh dan
Sub-Golongannya ..............................................................
6
B.
Aliran Qadariyah
........................................................................................
7
1.
Sejarah dan Tokoh
................................................................................
7
2.
Ajaran Pokok
(Doktrin)
........................................................................ 9
C.
Analisis
.....................................................................................................
10
BAB
III PENUTUP
.............................................................................................
12
A.
Kesimpulan
......................................................................................
12
B.
Saran
................................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA
..........................................................................................
14
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Munculnya aliran sesat dan klaim adanya nabi setelah Nabi Muhammad
SAW merupakan persoalan yang tidak bisa dianggap angin lalu. Apalagi
keberadaanya itu cenderung mengganggu ketentraman umat beragama. Sudah pasti
aliran dan ajaran-ajaranya jauh dari nilai kebenaran. Jika tidak sesat, pasti
menyimpang. Kita dapat melihat pemerintah dan umat Islam akan segera bertindak
untuk “mengamankan” dan meminta pertanggung jawaban. Memang sudah jadi tugas
pemerintah untuk menciptakan suasana yang aman, tentram, dan damai bagi
rakyatnya, termasuk menghentikan aktivitas mereka.
Harus diakui
bahwa persoalan keyakinan seorang manusia bersifat individu. Namun, hal yang
bersifat “pribadi” pun bisa menjadi masalah ketika individu tersebut mengajak
orang lain bergabung dengan cara yang
tidak wajar dan bersifat menodai agama. apalagi dengan menyebutkan
dirinya sebagai Nabi Allah terakhir
jelas membuat marah umat Islam. Umat Islam seharusnya mengenal aliran yang
masih berada dalam jalur yang benar dan yang menyimpang. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan
tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang
pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang
politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu,
meningkat menjadi persoalan teoligi.[1]
Makalah ini akan
mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam makalah
ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah
dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah sejarah latar belakang
lahirnya sebuah aliran, tokoh-tokoh yang berperan dan doktrin atau ajaran-ajarannya
secara umum.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
sejarah latar belakang aliran Qadariyah dan Jabariyah?
2.
Bagaimana
doktrin atau ajaran pokok aliran Qadariyah dan Jabariyah?
3.
siapa
saja tokoh dan apa saja sub-golongan dalam aliran Qadariyah dan Jabariyah?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui sejarah aliran Qadariyah dan Jabariyah.
2.
Untuk
mengetahui ajaran pokok atau doktrin aliran Qadariyah dan Jabariyah.
3.
Untuk
mengetahui sub-golongan dan tokoh aliran Qadariyah dan Jabariyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ALIRAN JABARIYAH (Fatalism / Presditination)
1.
Sejarah
Kelompok Jabariyah dicetuskan
oleh Jahm bin Shafwan di kota Tirmidz pada sekitar abad ke-2 Hijriyah. Paham yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan ini awalnya muncul
sebagai jawaban terhadap perseteruan tentang kafir tidaknya seorang muslim yang
bedosa besar, yang dibahas Khawarij, Murji’ah dan Syi’ah. Namun
pembahasannya berkembang hingga ke persoalan takdir dan perbuatan manusia serta
qadha dan qadar Allah.
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama
Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar
yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah
adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan
kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam
keadaan terpaksa (majbur)[2].
Jika dikaji melalui pendekatan geokultural
bangsa Arab, kondisi kehidupan bangsa Arab saat itu sangatlah sederhana. Mereka
terpaksa menyesuaikan hidup dengan suasana padang pasir yang terik, dengan
tanah dan gunung yang gundul. Mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah
keadaan sekeliling sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Merasa lemah dan tak
berkuasa dalam menghadapi masalah hidup yang ditimbulkan oleh suasana padang
pasir. Dalam keseharian mereka banyak tergantung pada kehendak natur, hal
inilah yang membawa mereka pada sikap fatalistik.[3]
Benih-benih faham Jabariyah juga dapat dilihat
dalam beberapa peristiwa sejarah[4]:
a. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut,
agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai
takdir.
b. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku
mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang
itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam
kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila
perjalanan (menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar
Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha
dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat
berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak
ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian
bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d. Adanya paham Jabariyah telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani
Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya
aliran ini, dalam Al-Qu’ran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang menunjukkan
tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, beberapa diantaranya:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Q.S. Ash-Shaffat Ayat 96).
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ
الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang
membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu
yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al-Anfal Ayat 17).
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan
itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Insan Ayat 30).
2.
Ajaran Pokok (Doktrin)
Menurut kalangan Jabariyah, manusia ibarat wayang yang
digerakkan oleh sang dalang. Apapun tindakan dan perbuatan manusia, sesungguhnya
ia bebas dari tanggung jawab pelakunya. Sebab yang paling bertanggung jawab
adalah yang men-takdir-kannya, bukan manusia selaku objek takdir. Karena itu,
hakikat semua yang terjadi di dunia ini merupakan perbuatan Allah, tidak ada
campur tangan makhluk, semuanya murni Allah yang mewujudkan[5].
Tentu saja berdasarkan syariat, akal sehat dan kebiasaan, pendapat
kelompok Jabariyah adalah pendapat yang sesat dan salah. Syariat, akal
sehat, dan kebiasaan manusia menunjukkan bahwa ada perbuatan yang dikerjakan
oleh manusia atas kehendak dan kemampuannya sendiri. Sehingga sebagai akibatnya
ia akan menerima pahala atau dosa atas perbuatan tersebut.
Kelompok Jabariyah tidak mau beramal kebaikan dengan alasan
mereka telah ditakdirkan Allah untuk tidak beramal kebaikan. Begitu pula jika
berbuat kemaksiatan, mereka menjadikan takdir sebagai “kambing hitam”. Sebagian
mereka mempunyai keyakinan yang kelewat batas dengan menyamakan antara keimanan
dan kekafiran, karena keduanya sama-sama diciptakan dan dikehendaki Allah, maka
orang yang mukmin dan yang kafir itu dianggap sama saja.
3.
Tokoh dan Sub-golongan
a.
Aliran Jabariyah
ekstrim
Di antara tokohnya adalah Jahm bin Shofwan
dengan pendapatnya bahwa: manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia
tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai
pilihan. Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya
Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan
dengan hati, hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah.
Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan
manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat
dilihat dengan indera mata di akherat kelak.
Yang kedua adalah Ja'ad bin Dirham, menjelaskan
tentang ajaran pokok dari Jabariyah ekstrim yaitu: Al-Qu’ran adalah
makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah
tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,
melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
b.
Aliran Jabariyah
moderat
Tokoh Jabariyah moderat yang pertama adalah Husain bin Muhammad
An-Najjar. Diantara pendapatnya yaitu: Tuhan menciptakan perbuatan
manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di
dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi
manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. An-Najjar mengatakan
bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak
dapat dilihat di akherat.
Sedangkan tokoh Jabariyah moderat yang kedua, yaitu Dhirar bin Amr
berpendapat bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara
bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi
juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya[6]
B.
ALIRAN QADARIYAH ( Free Will And Free
Act(
1.
Sejarah dan Tokoh
Qadariyah berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun
menurut pengertian terminologi Qadariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.[7] Qadariyah
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadha atau kadar Tuhan[8]
Aliran teologi yang dikenal rasional dan mendukung kebebasan manusia ini
dipelopori oleh seorang ulama Irak yang bernama Ma’bad Al-juhani dan Ghilan
Ad-Damasyqi dari Syam.
Suatu hari Ma’bad Al-juhani
bertanya pada gurunya, Hasan Al-Basri mengenai penguasa Daulah Umayyah
yang sedang memerintah. “sampai sejauh mana kebenaran tindakan daulah Umayyah
itu dalam anggapan mereka atas qadha dan qadar?” Lalu gurunya menjawab
“mereka itu musuh-musuh Allah dan para pembohong”.
Ma’bad juga ikut melakukan
pemberontakan kepada penguasa Daulah Umayyah. Ia kemudian menjadi buronan dan
tertangkap, lalu dibunuh oleh Al-Hajjaj pejabat Daulah Umayyah.
Sedangkan temannya Ghilan dijatuhi hukuman potong kedua tangan kaki
serta disalib atas perintah Hisyam bin Abdul Malik, penguasa Daulah Umayyah.
Keduanya dibunuh karena menentang paham Jabariyah yang telah menjadi
madzhab resmi Daulah Umayyah[9].
Qadariyah meyakini bahwa manusia
bebas menentukan kehendak dan perbuatannya termasuk menentukan arah hidupnya.
Karena itu, segala perbuatan yang baik atau buruk merupakan resiko atas
perbuatannya sendiri. Begitu juga surga dan neraka, masuk tidaknya ditentukan
oleh manusia itu sendiri. Apabila beramal baik, saleh dan bertaqwa, pasti masuk
surga. Sementara neraka diperuntukkan bagi yang melakukan maksiat dan tidak
beramal baik dan tidak taat pada aturan Allah dan RasulNya. Mereka tidak
mempercayai adanya qadha karena semua kejadian itu bersifat baru dan
tidak diketahui Allah sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya
kejadian atau tindakan makhlukNya.
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ
Artinya: “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki
sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”. (Q.S. Fush-Shilat Ayat 40).
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ
فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
Artinya: “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang
siapa yang mau beriman maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka
kafirlah”. (Q.S. Al-Kahfi Ayat 29).
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ
مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah
(pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat
kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana
datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S.
Ali Imran Ayat 165).
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan
mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada
pada diri mereka sendiri”. (Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11).
2.
Ajaran Pokok (Doktrin)
Qadariyah adalah kelompok
yang bersikap ekstrim dalam menetapkan kehendak dan kemampuan manusia, sehingga
meniadakan adanya kehendak, pilihan, atau ciptaan Allah dalam setiap perbuatan
manusia. Mereka meyakini bahwa manusia melakukan semua perbuatannya tanpa ada
sedikit pun kehendak dan kemampuan Allah di dalamnya. Satu kelompok diantara
mereka bahkan ekstrim meyakini bahwa Allah tidak mengetahui apa yang diperbuat
oleh hambaNya, sehingga perbuatan itu terjadi.
Mereka meyakini bahwa tatkala Allah memerintakan hambaNya untuk
melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya, Allah tidak mengetahui siapa diantara
mereka yang akan menaatiNya dan siapa yang akan mendurhakaiNya. Allah tidak
mengetahui siapa yang akan masuk ke surga dan siapa yang akan masuk ke neraka.
Sampai hamba-hambaNya beramal. Dengan keyakinan sesat ini mereka mengingkari
ilmu Allah.
Rasulullah SAW menyebut mereka sebagai “majusi umat” karena mereka
meyakini di dunia ini ada dua pencipta; Allah sebagai dzat dan hamba sebagi
pencipta perbuatan. Tak jauh berbeda dengan kaum Majusi yang menyatakan adanya
dua pencipta; cahaya sebagai pencipta kebaikan dan kegelapan sebagai pencipta
kejahatan[10].
C.
ANALISIS
Dalam Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan
bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk
menentukan gerakannya yang ditentukan oleh arus angin. Sedang Qadariyah,
berpendapat bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia,
bukan Allah. Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan perbuatannya,
manusia memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan dan mengerjakan perbuatannya.
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah
disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah
disebut juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham
teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil naqli dan dalil aqli.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa
yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia. Misalnya kecelakaan yang
menimpa jamaah haji di tahun 2015 ini. Bagi yang berpaham Jabariyah
biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan
perbuatan Allah, maka sudah cukup bila hanya tindakan membantu korban dan
memetik "hikmat" dari musibah yang terjadi. Sedang, yang berpaham Qadariyah
condong mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu, misalnya
dengan melakukan investigasi demi menemukan titik awal permasalahannya atau
mengambil potret lewat satelit tentang musibah tersebut.
Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu
pengetahuan pasti lebih berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut kelompok Jabariyah, segala
yang dialami manusia baik masa lalu atau masa depan, baik musibah atau
keberuntungan telah ditetukan oleh Allah. Manusia ibarat air yang mengalir ke
berbagai arah tanpa kehendak dan pilihan.
Aliran Jabariyah terdiri dari
2 kelompok: Jabariyah murni/ekstrim, yaitu kelompok yang
meniadakan kemampuan dan kehendak hamba. Bagi mereka membunuh, berzina dan
menyembah berhala sama nilainya dengan hembusan nafas dan detakan jantung,
yaitu sama-sama manusia tidak akan mendapat dosa atasnya. Karena terjadi tanpa
ada kehendak dan kemampuan manusia. Pendapat ini sangat bertolak belakang
dengan dalil syariat dan akal sehat. Jabariyah
moderat, yaitu kelompok yang menetapkan adanya kehendak dan kemamuan dalam
diri manusia, namun hal tersebut tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam
terjadinya suatu perbuatan.
Beberapa akidah Jabariyah yang
bertentangan dengan akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah: 1.) Mereka meyakini
bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. 2.) Mereka menihilkan nama dan sifat Allah (ta’thil).
3.) Mereka meyakini bahwa manusia memiliki kebebasan berbuat dan berkehendak dan
seluruh perbuatan itu mutlak kehendak Allah yang ditetapkanNya.
Qadariyah bertolak belakang dengan faham Jabariyah. Qadariyah adalah
kelompok yang bersikap ekstrim dalam menetapkan kehendak dan kemampuan manusia,
sehingga meniadakan adanya kehendak, pilihan, atau ciptaan Allah dalam setiap
perbuatan manusia. Mereka meyakini bahwa manusia melakukan semua perbuatannya
tanpa ada sedikit pun kehendak dan kemampuan Allah di dalamnya. Satu kelompok
diantara mereka bahkan ekstrim meyakini bahwa Allah tidak mengetahui apa yang
diperbuat oleh hambaNya, sehingga perbuatan itu terjadi.
Titik tengah dari aliran Jabariyah dan Qodariyah
yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karena hal
itu ia akan dimintai pertanggung jawaban atas keputusannya, meskipun demikian
keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang
telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat
tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat
meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu
tersebut yang membuat adalah Allah SWT.
B.
SARAN
Demikian makalah dari penulis yang berjudul “SEJARAH
DAN PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH” kritik dan saran yang
konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang agar
diperoleh evaluasi dan penambahan materi dari apa yang belum dibahas dalam
makalah ini.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah
ataupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan paham yang saling
bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Al-Qu’ran. Hal ini
menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Sahidin, Ahmad.
Aliran-Aliran dalam Islam, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009.
Nasution, Harun. Teologi
Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986.
Kelompok Telaah
Kitab Ar-Risalah, Mizanul Muslim 1: Barometer Menuju Muslim Kaffah,
Sukoharjo: Cordova Mediatama, 2013.
Anwar, Rosihon.
Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006.
[1] Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986,
h 1.
[2] Rosihon Anwar
DKK, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h 63.
[3] Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986,
h 31.
[4] Rosihon Anwar
DKK, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h 64.
[5] Ahmad Sahidin,
Aliran-Aliran dalam Islam, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009, h 37.
[6] Rosihon Anwar
DKK, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h 67-69.
[7] Ibid; h
70.
[8] Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986,
h 31.
[9] Ahmad Sahidin,
Aliran-Aliran dalam Islam, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009, h 39.
[10] Kelompok Telaah
Kitab Ar-Risalah, Mizanul Muslim 1: Barometer Menuju Muslim Kaffah, Sukoharjo:
Cordova Mediatama, 2013, h 175.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar