A.
PENDAHULUAN
Pola berfikir manusia bermacam-macam. Ada yang biasa berfikir
kreatif dan konstruktif, dan ada juga yang terbiasa dengan pola destriktif.
Disamping itu ada yang memiliki pemikiran mendalam, ada juga yang berpikir
dangkal. Pada dasarnya, perbedaan dalam cara berpikir tersebut merupakan
perbedaan dalam hal seberapa besar perhatian seseorang dalam optimalisasi daya
intelektual tubu dan mentalnya.
Diantara berbagai jenis kemampuan berpikir diatas, kemampuan
berpikir kreatiflah yang mampu mengantarkan manusia pada peradaban modern,
menanggulangi berbagai penyakit, melesatkan teknologi ruang angkasa, melakukan
investigasi tentang kemungkinan adanya kehidupan lain selain di planet bumi,
serta menciptakan alat-alat yang rumit untuk menegtahui inti atom sekaligus memahami
rahasia-rahasiaNya.
Pada tingkatan individual, kemampuan berpikir kreatif menciptakan
peluang pengembangan kepribadian melalui upaya meningkatkan kemampuan
konsentrasi, meningkatkan kecerdasan intelektual, meningkatkan kepercayaan
kepada diri sendiri dan orang lain, memahami kepribadian, meningkatkan
pengertian, memahami kekurangan yang ada pada pribadi tertentu sekaligus
menentukan solusianya, serta menguasai teknik mempengaruhi orang lain dengan
baik sekaligus meninggalkan kesan yang baik sejak pertemuan pertama.
Berpikir kreatif adalah kenisacayaan bagi manusia. Kebutuhan untuk
berpikir kreatif itu tidak terbatas pada masalah-masalah rumit sebagaimana
diyakini oleh sebagian kalangan, tetapi juga merupakan kebutuhan primer dalam
kehidupan sehari-hari. Berpikir kreatif dapat mencegah seseorang mengeluarkan
harta untuk hal-hal yang tidak wajar serta mencegah seseorang terjerumus dalam
masalah yang berkepanjangan, pertengkaran, dan perseteruan dengan orang lain.
Pemikiran yang kreatif dan konstruktif adalah pemikiran yang
membebaskan diri dari belenggu imajinasi, dan dalam waktu yang bersamaan
membuat berfikir logis. Pemikiran seperti itu merupakan gabungan filsafat yang
memberi manusia daya pemikiran dengan persepsi filosofis yang mengilhami
pikiran-pikiran yang kreatif dan konstruktif tersebut.
Pemikiran kreatif berbeda dengan pemikiran filosofis. Bagaimanapun,
misi utama filsafat adalah merangsang rasio dan mendorong akal untuk berpikir,
bukan mentransfer kandungan pengetahuan yang konstan dari generasi ke generasi
berikutnya sehingga muncul pengembangan atau hasil yang lebih kreatif lagi.
B.
PEMBAHASAN
Dari segi penekananya, (Rodhe, 1961) kreativitas dapat
didefinisikan ke dalam 4 jenis dimensi sebagai Four P’s Of Creativity yaitu
dimensi person, process, press dan product. Definisi kreativitas
darri dimensi person seperti dikemukakan oleh Guilford (1950): creativity
revers to the abilitiestaht are characteristics of creative people.
Definisi kreativitas yang menekankan process seperti yang diajukan Munandar
(1982): ceativity is a process that manifest in self in fluency, in
flexibility as well in origiality of thinking. Dari dimensi press, Amabile
(1983) mengemukakan bahwa: creativity can be regarded as the quality of
product as respons judgesto be creative by the appropriate observes.
Definisi kreativitas dari dimensi product sebagaimana dikemukakan oleh Baron
(1976) bahwa: creativity is the ability to bring something new into
existence.
Utami Munandar (1982) dalam uraiannya tentang pengertian
kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan
kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan atau menjawab masalah dan cerminan
kemampuan operasional anak kreatif. Ketiga tekanan kemampuan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Kemampuan
untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang
ada.
2.
Kemampuan
berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah
kuantitas,ketepatgunaan dan keragaman jawaban.
3.
Kemampuan
yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas
dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.
Masih banyak definisi dan pandangan mengenai kreativitas, namun
pada dasarnya terdapat persamaan antara definisi-definisi tersebut. Dari
beberapa uraian definisi diatas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada
intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru,baik berupa gagasan maupun karya nyata.
Dalam membantu anak mewujudkan kreativitas mereka, anak perlu
dilatih dalam ketrampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi
kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik terutama
oranng tua perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan ketrampilan
kreatif anak, serta menyediakan sarana dan prasarana. Disamping perhatian,
dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu ada motivasi intrinsik pada anak.
Minat anak untuk melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam dirinya sendiri.
Dacey telah melakukan penelitian di inggris terhadap kehidupan
keluarga yang berbeda dari keluarga biasa. Dari keluarga yang menjadi sampel
penelitian ini, sebagian dipilih karena salah satu dari orang tuatermasuk lima
persen paling atas adalam kinerja kreatif dalam profesinya berdasarkan
penilaian anggota profesi tersebut. Sebagian lainnya dilibatkan dalam sampel
penelitian karena salah satu anak remaja dari keluarga tersebut dinilai sebagai
paing kreatif (lima persen paling atas) oleh staf pengajar yang mampu
mengetahui. Kesimpulan yang dapat ditarik dari studi (S. Dacey, 1983) dirangkum
oleh Utami Munandar (2012) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
seseorang dalam suatu keluarga ada 16 faktor. Yaitu faktor genetis dan
ingkungan, atuan perilaku, tes kreativitas sebagai prediktor prestasi kreatif
remaja, masa kritis, humor, ciri-ciri menonjol lainnya, kondiri perumahan,
pengakuan dan penguatan pada usia dini, gaya hidup orang tua, trauma, dampak
dari sekolah, kerja keras, dominasi lateral, perbedaan jennis kelamin,
penilaian orang tua mengenai kreativitas anak, jumlah koleksi. Dalam keluarga
dengan remaja kreatif, tidak banyak aturan diberlakukan dalam keluarga
dibandingkan keluarga yang biasa. Banyak diantara remaja yang kreatif pernah
mengalami masa krisis atau trauma dalam hidup mereka. Humor juga merupakan ciri
yang sering tampil dalam keluarga kreatif. Lebih dari setengah remaja tinggi
kreatifnya dari pada keluarga dimana salah seorang dari orang tuanya dinilai
sebagai snagat kreatif. Keluarga kreatif lebih sering pindah rumah, dan
penataan rumahnya pun berbeda dari rumah pada umumnya. Orang tua menemukenali
tanda-tanda kekreatifan anak sudah sejak usia dini, mereka mendorong dan
memberi banyak kesempatan untuk mengembangkan bakat anak. Banyak orang tua dari
keluarga kreatif mempunyai hobi yang dikembangkan disamping karier mereka.
Orang tua dan anak dari keluarga kreatif sama-sama berpendapat bahwa peranan
sekolah tidak penting dalam pengembangan kreativitas anak. Tetapi remaja
kreatif cenderung untuk bekerja lebih keras daripada teman sekolah mereka.
Agaknya dominasi dari belahan otak kanan (yang diasumsi dengan fungsi-fungsi
kreatif) lebih kuat pada kelompok remaja yang kreatif. Dalam studi ini tidak
tampak perbedaan antara jenis kelamin dalam skor kreativitas. Ternyata jumlah
koleksi lebih tinggi pada remaja yang kreatif, dengan koleksi yang tidak lazim.
Beberapa penelitian di Indonesia mengenai hubungan antara latar
belakang keluarga, tingkat pendidikan orang
tua, nilai-nilai yang dipentingkan orang tua dalam mengasuh dan mendidik
anak, baik pada jenjang pendidikan dasar (Utami Munandar, 1997) maupun pada
jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Dedi Supriadi, 1994) pada
umumnya memperkuat teori dan hasil penelitian di luar negeri mengenai
faktor-faktor penentu dalam memupuk dan meningkatkan bakat dan kinerja kreatif
anak. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa sikap orang tua yang
memupuk kreativitas anak sangat berbeda dari sikap orang tua yang tidak
menunjang pengembangan kreativitas anak. Penting pula peranan kelompok
orang tua anak berbakat sebagai
pendukung programm anak berbakat disekolah, misalnya dalam mencari mentor,
mambantu pelaksanaan program anak berbakat, dan dapat membantu mengajar jika
memiliki keahlian tertentu.
Perlu diketahui oleh setiap orang
tua bahwa sekolah berfungsi sebagai pelengkap dalam membantu
perkembangan belajar anak. Semua anak disekolah memerlukan guru yang baik,
tidak hanya anak berbakat. Guru menentukan tujuan dan sasaran belajar, membantu
pembentukan nilai pada anak (nilai hidup, nilai moral dan nila sosial), memilih
pengalaman belajar, menentukan metode atau srategi mengajar, dan yang paling
penting, menjadi model perilaku bagi siswa. Bagaimanapun, tidek semua guru
dapat mengajar siswa berbakat. Mandell dan Fiscus (dikutip Sick, 1987)
melaporkan hasil penelitian bahwa siswa berbakat dapat bereaksi dengan
kemarahan, kebencian, atau kesebalan jika guru menekan mereka.
Karakteristik guru anak berbakat dapat digolongkan menjadi
karakteristik filosofis, profesional, dan pribadi. karakteristik filosofis
penting karena pandangan guru mengenai pendidikan ikut menentukan pendekatan
mereka terhadap siswa dikelas. Guru anak berbakat perlu mencerminkan sikap
kooperatif dan demkratis, serta mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses
pembelajaran. Karaktersitik profesional meliputi strategi untuk mengoptimalkan
belajar siswa berkabat, ketrampilan bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan dan
pemahaman psikologi siswa berbakat. Karakteristik pribadi meliputi empati,
toleransi terhadap ketaksaan (ambiguity), kesejatian, aktualisasi diri,
dan antisiasme (semangat). Persiapan guru anak berbakat dapat melaui program
bergelar atau program pelatihan dalam jabatan. Pelatihan dalam jabatan adalah
pelatihan jangka pendek. Saran Gallagher
dan Renzulli (Utami Munandar, 2012) berguna untuk merencanakan pelatihan
efektif bagi guru. Kita perlu membedakan peranan mentor pribadi yang dipilih
anak dan dan mentor narasumber yang dipilih oleh sekolah. orang tua dapat
membantu penyelenggaraan program anak berbakat disekolah. Karena memang perlu
relasi harmonis antara guru dengan orang tua karena orang tualah yang paling
tahu kekuatan dan kelemahan perilaku karakteristik anaknya. Geraldine (dikutip
Tim Pustaka Familia, 2006) menyatakan hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain:
1.
Adakan
waktu minimal satu kali dalam satu semester datang kesekolah dan bertemu guru
wali keas. Jangan diwakilkan, karena orang tua perlu mendalami bagaimana proses
belajar di sekolah dan stimulasi mana yang perlu diberikan olah orang tua agar
anak merasa senang belajar. Melaui diskusi dan temu muka dengan guru dan orang
tua dapat menjalin relasi yang baik dan harmonis.
2.
Relasi
ini akan mencerminkan persepsi bagaimanakah karakteritik guru bagi anak
sekolah. Tidak jarang ada orang tua yang menuding bahwa guruny agalak, cuek,
dan tidak bisa mengajar. Impresi ini akan lenyap setelah tumbuh relasi harmonis
antara guru dan orang tua lyang dijalin oleh sekolah.
3.
Hadiri
setiap undangan dari kepala sekolah. sikap proaktif akan lebih menguntungkan
dari pada sikap menolak. Orang tua akan belajar berbagai situasi nyata, belajar
kenal anak orang lain, belajar memperkaya intuisi tentang kemampuan pembelajaran
dan metode mengajar di sekolah.
4.
Kerja
sama dalam bentuk relasi guru dan orang tua akan memberi sumbangsih edukatif
bila anak sedang stress atau phobia sekolah.
Sejauh mana guru dapat mengajar kreativitas? Ditinjau dari model
Amabile (1989) kreativitas merupakan titik atau daerah pertemuan antara tiga
komponen. Dari tiga komponen ini, ketrampilan bidang dapat dilatih oleh guru,
demikian pula ketrampilan berfikir dan bekerja kreatif, namun motivasi
intrinsik tidak dapat diajarkan secara langsung, tetapi dapat tumbuh dalam
iklim kelas yang menunjang kreativitas.
Pendapat dan gagasan beberapa pakar Indonesia mengenai kaitan dan
peranan faktor-faktor sosial-budaya dengan pengembangan kreativitas angota
mayarakat menunjukkan kesamaan dengan temuan pakar dan peneliti di luar negeri
sehubungan dengan kondisi sosial-budaya yang menunjang atau menghambat
kreativitas bangsa. Faktor penentu yang dimaksud melalui adanya interaksi
adanya dua gerak psikologis, yaitu pengendalian konservatif dan tantangan
menghadapi pembaharuan, perkembangan teknologi tingkat tingggi yang digunakan
secara efektif , keterbukaan terhadap rangsangan budaya baru, adanya kebebasan
untuk ungkapan kreatif dan komunikasi, dan keterpaduan kebudayaan Indonesia
yang baru dengan kebudayaan dunia yang sedang tumbuh. Peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan anak dapat terwujud melalui berbagai
bentuk kerja sama. anak kreatif dan berbakat dapat mengunjugi beberapa tempat
tempat kerja bisnis dan organsasi, dan memperoleh pelatihan disana. Pemimpin
perusahaan, tokoh masyarakat yang memiliki keahlian atau ketrampilan dalam
bidang tertentu dapat memberi ceramah atau pelatihan disekolah. Bisnis atau
perusahaan dapat membantu seleksi siswa yang akan diberi beasisiwa, atau yang
akan bekerja di perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Atau perusahaan dapat
membiayai penelitian yang dilakukan siswa mengenai berbagai masalah dalam
masyarakat, sehingga dapat melatih ketrampilan penelitian dan mendekatkan siswa
berbakat terhadap masalah nyata kehidupan.
Akhir-akhir ini main tampak peran serta masyarakat untuk memupuk
kreativitas siswa dalam berbagai bidang dengan menyelenggarakan kursus,
pelatihan, sanggar, dan sebagainya. Namun masil perlu lebih digalakkan ialah
kerja sama tiga lingkungan pendidikan (sekolah, keluarga dan masyarakat) dalam
pengadaan berbagai alternatif program pendidikan anak kreatif.
C.
PENUTUP
Anak kreatif dan berbakat mempunyai kebutukan dan masalah khusus,
mereka dapat memberi sumbangan yang luar biasa kepada masyarakat bila mendapat
pembinaan yang tepat untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan dan bakat
secara utuh dan optimal. Jika tidak, mereka akan menjadi underachiever (seseorang
yang kinerjanya dibawah kemapuannya). Hal ini tidak hanya merugikan
perkembangan dirinya saja, tetapi juga merugikan masyarakat yang kehilangan
bibit ungul untuk pembangunan negara.
Oleh karena itu, kreativitas merupakan hal esensial untuk
pertumbuhan dan keberhasilan pribadi, dan sangat vital untuk pembangunan
Indonesia. sehingga kebutuhan akan pengembangan bakat dan kreativitas dirasa
sudah sangat mendesak.
Sehubungan dengan ini, kewajiban kita semualah untuk membantu
memupuk talenta dan kemampuan anak, seperti juga kewajiban kita terhadapa
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Familia, Tim Pustaka. 2006. Warna Warni Kecerdasan Anak Dan
Pendampingannya. Jakarta: Kanisius
Buzan, Tony. 2003. The Power Of Creative Intelegence: Sepuluh
Cara Jadi Orang Yang Jenius Kreatif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Supriyadi, Dedi. 1994. Kreativitas, Kebudayaan Dan Perkembangan
IPTEK. Bandung: Alfabeta
Munandar, Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: Rineka Cipta
Munandar, Utami. 1977. “Creativity And Education: A Study Of The
Relationship Between Measures Of Creative Thinking And A Number Of Educational
Variables In Indonesia Primary An Junior Secondary Schools” Disertasi
Doktor Psikologi. Jakarta: Univesitas Indonesia
Munandar, Utami. 1982. Pemanduan Anak Berbakat: Suatu Studi
Penjajakan. Jakarta: Rajawali.